Umat Inginkan Konstitusi Adopsi Al Quran dan As Sunnah, Bukan Amandemen Terbatas Maupun Keseluruhan


Tribun News - Ketum Partai Gerindra, Prabowo Subianto berkeliling menjelang pelantikan dan pengumuman struktur kabinet oleh Presiden. Dalam waktu dekat ini hingga pengumuman kabinet, para elit politik akan sibuk saling berkunjung, untuk menjajaki kemitraan dalam rangka menguatkan proposal posisi menteri masing-masing.

Namun, tak semua terbuka bahwa kunjungan itu untuk meneguhkan posisi dan mengantisipasi jika tidak kebagian menteri, dengan menjalin sejumlah komunikasi politik dikalangan elit partai. Gerindra sendiri, belum lama ini mengunjungi Partai Nasdem dan PKB.

Saat pertemuan dengan Nasdem, Gerindra menyatakan meneguhkan komitmen kesepahaman dengan Nasdem untuk melakukan amandemen secara total. Isu utama amandemen, adalah mengembalikan konstitusi yang sudah 4 (empat) kali amandemen ke konstitusi awal.

Sementara PDIP dan beberapa partai lainnya, sejak awal telah mengumumkan rencana amandemen konstitusi yang bersifat terbatas. Isu krusial yang menjadi bahan perdebatan publik, adalah wacana adanya penambahan masa jabatan Presiden dan wakil Presiden.

Jika ditilik latar belakangnya, tentu kondisi carut marut bangsa akibat salah kelola yang dilakukan oleh penguasa menjadi pemicu wacana amandemen konstitusi. Meminjam penjelasan Surya Paloh, bahwa Indonesia saat ini telah menerapkan ideologi kapitalisme liberal.

Pada faktanya, penerapan ideologi kapitalisme liberal inilah yang membuat negara ini rusak. SDA dikuasai asing, biaya politik mahal, budaya asing merusak moral, ekonomi menjadi liberal, hukum sangat sekuler, kemiskinan, pengangguran, kezaliman penguasa, semua ini adalah imbas dari diterapkan ideologi kapitalisme liberal.

Karena itu, pangkal masalah yang mendera bangsa ini adalah karena bangsa ini maksiat kepada Allah SWT, tidak menerapkan hukum Allah SWT bahkan justru menerapkan hukum hawa nafsu kapitalisme liberal. Karena itu, umat Islam di negeri ini menginginkan hukum Islam, hukum Al Quran dan As Sunnah yang diadopsi menjadi konstitusi.

Umat ini menginginkan konstitusi yang menjadikan Aqidah Islam sebagai dasar negara. Segala sesuatu yang menyangkut struktur dan urusan negara, termasuk meminta pertanggungjawaban atas tindakan negara, harus dibangun berdasarkan aqidah Islam.

Aqidah Islam sekaligus merupakan asas Undang-Undang Dasar dan perundang-undangan yang bersumber dari syariat Islam. Segala sesuatu yang berkaitan dengan Undang-Undang Dasar dan perundang-undangan, harus terpancar dari aqidah Islam.

Konstitusi yang hanya memberi wewenang hanya kepada Khalifah untuk melegislasi hukum-hukum syara’ tertentu yang dijadikan sebagai Undang-Undang Dasar dan Undang-Undang negara. Undang-undang Dasar dan Undang-Undang yang telah disahkan oleh khalifah menjadi hukum syara’ yang wajib dilaksanakan dan menjadi perundang-undangan resmi yang wajib ditaati oleh setiap individu rakyat, baik lahir maupun bathin.

Konstitusi yang membatasi Khalifah agar tidak melegislasi hukum syara’ apapun yang berhubungan dengan ibadah, selain masalah zakat dan jihad. Khalifah juga tidak memasukkan ide-ide yang berkaitan dengan aqidah Islam dalam Undang-undang Dasar dan undang-undang negara.

Konstitusi yang menjamin Setiap warga negara mendapatkan hak-hak dan kewajiban-kewajiban sesuai dengan ketentuan syara’. Negara tidak membeda-bedakan individu rakyat dalam aspek hukum, peradilan, maupun dalam jaminan kebutuhan rakyat dan sebagainya. Seluruh rakyat diperlakukan sama tanpa memperhatikan ras, agama, warna kulit dan lain-lain.

Konstitusi yang memerintahkan negara untuk melaksanakan Syariat Islam atas seluruh rakyat yang berkewarganegaraan khilafah Islam, baik yang muslim maupun yang non-muslim dalam hak tertentu dan melaksanakan seluruh hukum Islam atas kaum muslimin tanpa kecuali.

Konstitusi ini juga menjamin Orang-orang non-muslim dibiarkan memeluk aqidah dan menjalankan ibadahnya masing-masing. Terhadap orang-orang non-muslim, dalam hal makanan, minuman dan pakaian,diperlakukan sesuai dengan agama mereka, dalam batas apa yang diperbolehkan hukum-hukum syara’.

Namun, terhadap hukum-hukum syara’ selain di atas, seperti muamalat, uqubat, bayyinat, ketatanegaraan, ekonomi dan sebagainya, dilaksanakan oleh negara atas seluruh rakyat, baik yang muslim maupun yang bukan.

Pada pokoknya, umat di negeri ini inginkan syariat Islam, inginkan khilafah Islam, inginkan keadilan dan kesejahteraan karena ketaatan kepada Allah SWT. Umat ini sudah jengah, dengan janji manis demokrasi, tunduk pada hukum buatan manusia. Umat ini, tak ingin didakwa Allah SWT kelak di akherat, karena berhukum selain dengan hukumnya Allah SWT. Umat ini ingin taat, tunduk dan patuh hanya kepada Allah SWT. [Tribun News/@NasjoReborn].

Comments