UGM, UAS, dan UAD


Tribun News - Universiras Gajah Mada (UGM) telah membatalkan ceramah Ust. Abdul Shomad (UAS), karena dianggap tidak sejalan dengan nilai-nilai intelektual UGM. Sementara, Universitas Ahmad Dahlan (UAD) justru menerima, menyambut dengan hangat, memperlakukan dengan ta'zim UAS, ulama 'afkiran' dari UGM, dan memberikan mimbar intelektual UAD untuk ceramah UAS.

Secara hierarki intelektual, publik mungkin saja akan terperangkap pada logika dangkal : UAD Ga bermutu, menerima penceramah yang tidak masuk standar UGM. Namun benarkah demikian?

Untuk menilai, tingkat mutu penceramah itu dapat dilihat dari materinya. Sementara, untuk mengukur elektabilitas penceramah itu dapat dilihat dari jumlah pesertanya.

Mengenai elektabilitas UAS, tdk ada satupun orang yang mampu menampik fakta bahwa UAS adalah sosok da'i yang digandrungi umat. Bahkan, andai saja UAS berkenan mencalonkan diri sebagai capres, Jokowi pasti lewat.

Sosok UAS bahkan mampu melampaui KH Zainuddin MZ, yang pada zamannya dikenal dengan gelar 'da'i sejuta umat'. Jika gelar hiperbolis disematkan kepada UAS, tidak berlebihan jika beliau digelari da'i semiliar umat.

Ceramah UAS diberbagai pelosok tanah air selalu ramai dikunjungi oleh jamaah. Satu hal keunggulan UAS, beliau mampu mencari sarana, mengambil jembatan komunikasi yang mampu menyampaikan nilai dan materi dakwah kepada segenap kalangan jamaah.

Mau kaya, miskin, pejabat, rakyat jelata, ulama, muslim biasa, cendekiawan atau pelajar, muslimin atau muslimah, semuanya mampu dijangkau alam fikirannya dengan gaya komunikasi UAS. Tdk ada yang merasa bahasa komunikasi UAS terlampau tinggi, terlampau intelek sehingga sulit dicerap kalangan awam. Tidak juga ada yang menyimpulkan bahasa komunikasi UAS terlampau puritan, terlampau ndeso, terlampau kampungan.

UAS adalah seorang intelektual yang memburu ilmu hingga ke Maroko. Banyak guru yang dirujuk UAS untuk menimba ilmu, baik didalam negeri maupun di mancanegara.

Adapun dari sisi materi, siapapun paham bahwa sosok UAS bukanlah hanya pandai melucu. Tetapi semua batin jamaah yang mendengar ceramah UAS pasti bergumam : ini da'i hebat, pengetahuannya luas, dalilnya lengkap, methode istimbath dalil juga ilmiah, secara intelektual da'i ini memang ada isinya.

UAS bukanlah da'i selebriti yang ikut audisi, yang materinya memang dipersiapkan hanya untuk manggung. Di kepala UAS, ada lautan ilmu sehinga siapapun jamaah yang menimba ilmu darinya, niscaya lautan ilmu itu tak pernah kering.

Dengan demikian, bisa disimpulkan UAS adalah da'i unggul, baik secara intelektual, akademik, maupun penerimaan publik. Elektabilitas UAS melampaui siapapun tokoh di negeri ini.

Karena itu, keliru besar jika ada simpulan UAS 'afkiran' UGM, dan UAD memiliki tingkat intelektual dibawah UGM karena telah 'mengais sisa' dari tokoh intelektual yang tak layak berdiri di mimbar-mimbar UGM.

Justru publik malah bertanya, UGM itu tempat menimba ilmu atau tandon politik untuk meraih jabatan kekuasaan di kabinet? Kadar intelektual UGM itu ditimbang dengan nalar akademik atau kepentingan penguasa ? Apakah, UGM itu merepresentasikan kaum intelektual atau justru terpapar kedunguan rezim? [].

Comments