Pesan Menggugah untuk Para Pemegang Komando Tentara


Tribun News - Iya, menjadi keluarga tentara itu tak mudah, dibalik kegagahan dan rasa bangga masyarakat, kekuarga tentara tentu memiliki kesan dan elegi tersendiri. Menapaki mahligai rumah tangga sebagai kekuarga tentara, bukan berarti selalu bergelimang pujian dan harta.

Bagi suami, dirinya siap berpisah dan meninggalkan. Siap berpisah dan meninggalkan istri tercinta. Tak ada pilihan jawaban bagi seorang tentara ketika perintah pimpinan telah diterima, selain jawaban : siap laksanakan.

Bagi seorang ayah, berarti siap untuk tidak menikmati keseluruhan kebahagiaan hidup melihat anak-anak tumbuh besar dan menjadi dewasa. Seorang ayah yang selalu siap meninggalkan anak-anak terkasih, meski naluri ayah ingin selalu bersama dan memeluk anak-anaknya.

Bagi seorang istri, wajib siap dan ridlo ditinggal suami dalam tugas. Siap menjadi ibu sekaligus kepala rumah tangga, saat suami memenuhi panggilan tugas. Merawat dan membesarkan anak sendirian.

Bagi anak tentara, harus siap tidur berbagi dibawah kolong ranjang, sebagai siasat sempitnya rumah dinas sang ayah. Mereka, sejak kecil dididik prihatin karena ayah mereka adalah tentara, yang gajinya sebulan sekali. Ayah mereka bukanlah polisi, yang gajinya setiap hari. Mereka, mendapat gelar 'anak-anak kolong'.

Dalam bingkai kesahajaan itulah, keluarga tentara meniti dan membina rumah tangga. Sebagian dari mereka, bahkan terpaksa hidup di rumah dinas bahkan menjelang usia pensiun tiba.

Sebagai keluarga, keluarga tentara juga memilik hasyrat sebagaimana keluarga lainnya. Ingin memiliki rumah sendiri, kendaraan, dan menyekolahkan anak ke jenjang yang lebih tinggi, minimal lebih tinggi dari ayah-ayah mereka.

Dengan anggaran yang serba pas-pasan, istri tentara sebijak mungkin mengatur anggaran rumah tangga agar niat dan cita-cita keluarga bisa terlaksana. Tak jarang, untuk menopang asa dan cita, keluarga tentara sering merangkap pekerjaan.

Sambil beternak, berkebun, berdagang, atau bisnis lain yang bisa menambah penghasilan tanpa melalaikan tugas.

Karena itu wajar, ikatan keluarga tentara begitu kokoh. Mereka paham, ada mantan atasan bahkan mereka juga akan menjadi mantan tentara. Namun, tak mungkin ada mantan istri atau mantan suami.

Pasca pensiun dari militer, keluarga tentara melanjutkan kehidupan dan rumah tangga yang mereka bangun. Itulah, mungkin yang menjadi penyebab perlindungan dan pengayoman seorang Kolonel Hendi Suhendi terhadap istri, karena dia sadar istrinya akan selalu bersamanya.

Sementara, komandannya belum tentu selalu hadir apalagi dalam situasi sulit. Terkadang, banyaknya penghargaan atas kesuksesan tugas, justru komandan yang mendapat bintang dan ucapan selamat. Bukan bawahan yang berkeringat.

Karena itu saya berpesan kepada para komandan militer, siapapun yang menegang komando di militer, lindungi dan kasihi bawahan Anda. Anda mungkin saja mendapat harga dari penguasa atas tindakan yang menentang nurani. Tapi Anda. Akan selamanya abadi dikenang sebagai komandan yang zalim oleh bawahan.

Ingatlah ! Tidak semua keluarga tentara beruntung. Tidak semua keluarga tentara selamat dalam mempertahankan hidup apalagi pasca usia pensiun.

Jadilah Jenderal-Jenderal laksana Sa'ad bin Muadz, yang ditaati seluruh kaumnya karena baiknya pelayanan sang Jenderal kepada bawahan.

Lindungi bawahan Anda, Bentengi bawahan Anda, jauhkan mereka dari keburukan dan kerusakan. Jangan serahkan mereka kepada musuh, untuk dizalimi dan dikhianati. Jadilah benteng bagi seluruh bawahan Anda.

Jadilah, Jenderal yang hanya memberikan loyalitas hanya kepada Islam. Jadilah Jenderal yang menjadi penyebab turunnya pertolongan Allah SWT kepada segenap umat ini. [Tribun News].

Comments