Muslim United dan Keistiqomahan Umat Mengemban Amanah Dakwah


Tribun News - Agenda keumatan Muslim United Jogja bertajuk 'Sedulur Saklawase' (Red. Saudara Selamanya) Alhamdulillah sukses digelar dan menyedot banyak perhatian umat. Antusiasme umat mendatangi agenda meskipun panitia kedodoran memindahkan acara dari Masjid Gede menuju Masjid Jogokariyan, menunjukan betapa ghirah keislaman telah sampai pada level 'tak peduli' dengan berbagai hambatan, ancaman, isu dan berbagai propaganda jahat terhadap Islam.

Sebelumnya, acara ini diisukan akan diisi oleh orang-orang berpaham radikal, atas alasan inilah Sukri Fadholi menduga izin dari Sultan selaku penguasa Keraton Jogja tidak diberikan. Antusiasme umat mendatangi agenda, menunjukan betapa umat ini telah memiliki kesadaran hingga, mampu membedakan mana fakta, mana opini dan mana narasi. Umat telah Istiqomah mengemban amanah dakwah.

Bahkan disalah satu agenda, komunitas seniman Islam yang menamakan dirinya 'KHAT' mampu membuat lukisan ciamik dalam agenda yang dihadiri UAS. Dalam lukisan itu, UAS berkenan membubuhkan tanda tangannya diatas lukisan yang secara langsung dibuat dalam agenda.

Lukisan itupun dilelang, dan laku dengan harga Rp. 100.000.000,- (agar mudah mengejanya, baca saja seratus juta rupiah). Seluruh hasil penjualan akan didonasikan untuk kegiatan keumatan.

Antusiasme umat mendatangi agenda Muslim United, meskipun dipindah ke masjid Jogokariyan, dapat mengkonfirmasi beberapa hal :

Pertama, Masjid Jogokariyan telah menapak dan mewujud sebagai masjid umat, masjid rakyat, masjid yang merepresentasikan aspirasi umat. Sementara, masjid Gede justru menubuh dan menampakan wujud sebagai 'masjid elitis' dan patut diduga menjadi simbol kejumawaan dan warisan feodalisme keraton.

Kedua, legitimasi telah menempel pada nilai, kebenaran dan Islam. Umat akan berdiri disamping kebenaran Islam dan siap mengerubutinya, menyiarkan syiar Islam dan semangat membela agama Islam. Entitas Kekuasan (dalam hal ini keraton) tidak lagi dipatuhi dan dihargai, ketika entitas ini melawan aspirasi umat, kebenaran dan amanat agama Islam.

Ketiga, kondisi ini menjadi penanda bahwa tahta sultan berada pada titik berbahaya jika sultan tak segera turun dari singgasana, melebur bersama rakyat, dan mendalami suasana kebathinan rakyat jogja. Kunci kekuasaan itu dukungan dan legitimasi rakyat.

Jika sultan gagal mendalami suasana kebathinan umat, keliru mengambil kebijakan yang melawan representasi aspirasi umat, maka trah kekuasaan yang dititiskan oleh nenek moyang tak akan mampu mempertahankan singgasana kekuasaan.

Keempat, seluruh narasi dan opini tentang radikalisme, pengisi acara radikal, ulama radikal, terbukti keliru besar. Acara ini hanyalah acara rakyat, acara umat, agenda dakwah yang memberikan kesadaran keumatan yang dikemas secara apik.

Karenanya, seharusnya rezim dan semua penguasa tidak lagi bicara berbusa tentang ancaman radikalisme. Lebih baik fokus menangani genosida di Wamena, potensi disintegrasi Papua.

Negeri ini banyak masalah, jangan menambah masalah dan menambah musuh lagi dengan menuding umat Islam dengan isu radikalisme. Ingat ! Islam itu solusi, karenanya perlakukan Islam sebagai solusi jangan memperlakukan Islam sebagai ancaman. [Tribun News].

Comments