Ciri-Ciri Radikalis Teroris Ngaco Ala BNPT


"..... yakni berupa sikap dan tutur kata yang keras, intoleransi, anti kepada Pancasila, anti kepada NKRI, dan mudah mengkafirkan pihak lain serta berkeinginan mendirikan khilafah,"

Herwan Chaidir, Direktur Perlindungan BNPT [14/10/2019].

Tribun News - Lagi, pernyataan ngawur muncul dari pejabat di negeri ini. Peristiwa cidera jari kelingking Wiranto tak disia-siakan rezim untuk memasarkan jualan radikalisme. Pejabat BNPT mulai ikut memasarkan radikalisme dengan menebar tudingan dan fitnah.

Menurut Herwan Chaidir, Direktur Perlindungan Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT), diantara ciri radikalisme adalah sikap dan tutur kata yang keras, intoleransi, anti kepada Pancasila, anti kepada NKRI, dan mudah mengkafirkan pihak lain serta berkeinginan mendirikan khilafah. Entah darimana formula ciri radikalisme ini ditemukan, namun pernyataan ini jelas-jelas ngawur

Pertama, apakah dengan merujuk ciri sebagaimana dituturkan BNPT ini, orang Batak Sumatera utara akan dianggap radikal ? Karena sifat dan karakter orang Batak itu adalah sikap dan tutur kata yang keras, tapi bukan karena jahat. Kultur orang Batak memang keras, tapi bukan berarti radikal.

Apakah BNPT mau menuding orang Batak Radikal ? Dan hanya orang Jawa yang disebut bukan radikal karena karakternya lembut dan bahasanya yang halus ?

Kedua, apakah dengan merujuk ciri sebagaimana dituturkan BNPT ini, orang-orang Bali itu intoleran ? Radikal ? Karena di hari raya Nyepi semua aktivitas bandara di Ngurah Rai Bali diminta tutup.

Bukankah ini intoleran ? Bukankah tidak semua yang membutuhkan fasilitas bandara di Bali itu beragama Hindu ? Bukankah, warga Bali juga bukan semuanya beragama Hindu ? Lantas apakah ini bisa dimaknai sikap 'intoleran' dan bisa dimaknai radikal ? Warga Hindu Bali Radikal ?

Belum lagi, para pecalang yang tidak mengenakan helm hanya menggunakan pakaian adat saat berkendara motor. Apakah ini berarti kaum pecalang Bali intoleran dan tidak taat hukum? Apakah pecalang itu radikal ?

Ketiga, apakah dengan merujuk ciri sebagaimana dituturkan BNPT ini, orang yang menyatakan NKRI bukan harga mati berarti anti kepada Pancasila ? anti kepada NKRI ? Kalau begitu Budiman Sujatmiko radikal dong karena menyebut NKRI bukan harga mati. Rocky Gerung bahkan menyatakan NKRI bukan harga mati, perlu di subsidi.

Keempat, apakah para ulama, pemuka agama Islam, yang mengkategorisasi orang yang memeluk agama Kristen, katholik, Hindu dan Budha, sebagai orang kafir disebut radikal ? Memang ajaran Islam menyebut diluar Islam itu kafir. Apakah ajaran Islam dituding radikal ?

Kelima, ini yang paling konyol. Menyebut orang yang menginginkan khilafah sebagai ciri-ciri radikal. Ini apa dasarnya ? Penelitiannya apa rujukannya ?

Nih saya kasih perbandingan, Monyet itu menginginkan pisang dan memang suka melahap pisang. Kemudian, Ansyad Mbai itu juga menyukai pisang, dan saya kira Mbai doyan makan pisang. Lantas, apa mau kita bilang Ansyad Mbai juga monyet karena sama-sama menginginkan pisang ?

Dalam konteks khilafah, khilafah itu ajaran Islam. Wajar, jika umat Islam menginginkan khilafah sebagai ajaran Islam untuk ditegakan, dalam rangka bertaqwa kepada Allah SWT. Lantas, apa kemudian BNPT menuding semua umat Islam radikal hanya karena menginginkan khilafah ?

Bahwa praktik keliru ISIS di Irak dan Suriah yang menyebut juga menginginkan khilafah, itu tidak bisa digunakan untuk menggenalisir semua umat yang menginginkan khilafah. Karena semua harus didalami secara detail.

Ada seorang suami, zalim pada dua istrinya, kemudian menggeneralisasi bahwa menikah lebih dari satu (poligami) itu zalim. Itu keliru besar, poligami tetap mubah yang haram itu perilaku zalimnya. Dan kezaliman, itu bisa terjadi pada orang beristri lebih dari satu juga terhadap orang yang hanya beristri satu.

Fakta orang beristri satu zalim itu ada, fakta orang beristri lebih dari satu adil juga ada. Diskursusnya fokus pada kezalimannya. Bukan pada poligaminya.

Sama saja dahulu ketika zaman Nabi Muhammad SAW ada kasus zina oleh Maiz, apa kemudian Nabi dituding lalai menerapkan Islam ? Sehingga terjadi pelanggaran zina ?

Fakta Nabi menetapkan Islam itu nyata, sementara kasus zina maiz itu pelanggaran hukum. Dan dirajamnya maiz itu menjadi bukti bahwa penyelesaian zina itu menggunakan hukum Islam, bukan yang lain.

Karena hukum Islam ditegakan di zaman Nabi, sepanjang kekuasaan beliau selama kurun waktu 10 (sepuluh) tahun itu Nabi Muhammad memimpin pemerintahan Islam dan hanya menemukan dua kasus zina, Maiz dan Ghamidiyah. Kalau sekarang ? Berapa kasus zina ? Tak terhitung jumlahnya, dan negara justru melindungi zina asalkan suka sama suka.

Jadi sekali lagi, fitnah dan tudingan yang disebarkan BNPT ini sangat berbahaya. Fitnah ini bisa menimbulkan keterbelahan ditengah masyarakat, hanya karena masyarakat terbawa narasi saling tuding, berdalih isu radikalisme. [Tribun News/@NasjoReborn].

Comments