Mengapa 'Sinetron Terorisme' Tak Lagi Laku?

Mengapa 'Sinetron Terorisme' Tak Lagi Laku?

Tribun News - Cerita yang dikarang, bukan berdasarkan realita, bisa disebut cerita fiksi. Namun, cerita fiksi ada yang ilmiah adapula yang klenik. Cerita fiksi klenik, itu banyak diproduksi sineas Indonesia. Contohnya : Sinetron Mak Lampir, kisah Sundel Bolong, Wewe Gombel, Nyi Roro Kidul, dsb.

Berbeda dengan fiksi klenik, fiksi ilmiah lebih menarik untuk disimak, dan kita akui orang barat lebih ilmiah dalam membuat fiksi. Film berjudul '28 Days Later' salah satunya. Film ini ditayangkan perdana pada tahun 2002.

Film yang mengisahkan sebuah lab top secret diserang oleh beberapa aktivis pembela hak-hak hewan (animal right) dengan maksud untuk membebaskan simpanse-simpanse yang dijadikan bahan percobaan di lab tersebut. Namun mereka tidak menyadari bahwa simpanse-simpanse tersebut telah mengidap virus yang sangat berbahaya yang bernama Rage. Akhirnya virus tersebut menjangkiti manusia.

Dalam 10 detik, manusia yang terinfeksi akan berubah menjadi Zombie. Virus tersebut menyebar sangat cepat ke seluruh dunia dan membuat kelangsungan hidup manusia mejadi terancam.

28 hari kemudian, Jim (Cillian Murphy) terbangun dari koma panjang di sebuah rumah sakit di London, Jim kemudian menyadari bahwa kota London sudah menjadi kota mati. Kemudian Jim bertemu dengan beberapa manusia yang belum terinfeksi.

Suatu hari terdengar berita melalui siaran gelombang radio bahwa di kota Manchaster terdapat Armada militer dan fasilitas rumah sakit. Mereka pun sepakat untuk berusaha mencapai kota Menchester untuk meneruskan kelangsungan hidup mereka dan melawan virus itu.

Tetapi setelah sampai di Manchester, mereka tidak mendapati seperti yang mereka harapkan, Armada militer dan fasilitas rumah sakit yang dijanjikan ternyata omong kosong, dan mereka (survivor) harus berhadapan dengan sekelompok manusia-manusia yang bertabiat lebih buruk daripada para zombie.

Ah sudah, saya bukan mau cerita resensi film. Saya cuma mau cerita kebosanan saya dengan 'sinetron' terorisme, yang jam tayangnya berulang muncul ketika rezim terdesak oleh sejumlah isu.

Sinetron terorisme ini levelnya seperti sinetron Mak Lampir, sudah fiksi tidak ilmiah pula. Alur kisahnya mudah ditebak seperti film polisi India.

Anda, yang menonton film India ketika terjadi huru hara biasanya polisi tidak muncul. Polisi baru muncul dengan mobil sirine yang maraung-raung saat sang penjahat sudah dilumpuhkan oleh sang pendekar. Begitulah.

Sinetron terorisme ini juga mirip film India, sudahlah fiksi tidak ilmiah pula, alur ceritanya mudah ditebak. Dengan latar apapun, narasinya tetap konstan. Ya, terorisme selalu dilekatkan dengan Islam.

Cerita sinetron terorisme mudah ditebak, ujungnya selalu mendeskreditkan Islam baik kelompoknya, ormasnya, ajarannya, hingga simbolnya. Biasanya juga, selain mendeskreditkan Islam sinetron terorisme juga selalu menjadi jalan keluar bagi penguasa untuk keluar dari posisi terjepit.

Karena itu, wajar jika beberapa episode sinetron terorisme terakhir saat ini tak lagi laku. Mau terorisme di Bekasi, di Lampung, hingga di Papua, semuanya hambar. Tidak menarik lagi. Ceritanya mengulang, narasinya konstan. Mendeskreditkan Islam.

Maka wajar, jualan isu terorisme saat ini tidak lagi laku. Tapi, karena mereka reseller isu teroris, meskipun tidak laku tetap saja mereka lempar ke pasar. Mereka ini, antek yang sudah dibayar.

Jadi, paling tidak tayangan sinetron terorisme meskipun tdk laku, tetapi cukup sebagai bahan LPJ atas sejumlah anggaran yang sudah diterima. Jadi, Ga usah heboh dengan dagangan terorisme.

Sinetron terorisme adalah 'proyek jualan darah' atau 'proyek memperdagangkan nyawa' yang mengatasnamakan ancaman keamanan nasional. Kelak di akherat, setiap tetes darah dan nyawa yang mati tanpa hak, akan menuntut siapapun pihak yang terlibat dalam memproduksi sinetron terorisme ini. [].

Comments