Sinergi People Power 1.0 & People Power 2.0 Dalam Pilpres 2019

Sinergi People Power 1.0 & People Power 2.0 Dalam Pilpres 2019

Tribun News - Dunia memang tak bisa lagi dibedakan, antara realitas maya dan realitas nyata menjadi satu kesatuan. Bahkan, dunia virtual (maya), dunia digital itu sangat mempengaruhi dunia realitas, dunia nyata.

Dunia digital adalah alam realitas fikir, sedangkan dunia nyata itu alam realitas tindakan. Dua dunia ini, pemikiran dan tindakan tidak bisa dipisahkan.

Bagaimanapun, tidak semua realitas nyata yang bisa terwakili oleh dunia nyata. Hari ini, meskipun era 2.0 telah mendominasi berbagai aktivitas manusia, tetap saja perusahaan digital yang memperkerjakan pekerjaan digital, membutuhkan kehadiran fisik pekerja untuk melaksanakan pekerjaannya.

Kalau dahulu semua pekerjaan harus fisik, aktivitas harus fisik, atau apa yang disebut Denny JA sebagai dunia 1.0, sekarang didunia era digital, kehadiran fisik tetap penting. Itulah sebabnya, Presiden secara fisik tetap ngantor di istana Presiden, bukan hadir di istana virtual atau cukup aktif di mobile legend.

People Power era kombinasi, dimana era digital 2.0 digunakan sebagai sarana komunikasi, koordinasi, agitasi, propaganda dan konsolidasi umum, justru mempermudah untuk mendorong terjadinya gerakan people power fisik, gerakan people power nyata dengan konsep 1.0.

Kita bisa lihat sejumlah revolusi seperti di Tunisia, Mesir, musim semi Arab, kehadiran revolusi fisik mereka awalnya dimulai dengan revolusi sosial media. Jadi, dunia maya dan dunia nyata tidak dipertentangkan tetapi justru dikombinasikan dan saling bersinergi.

People power secara fisik di era now jauh lebih mudah, karena upaya konsolidasi menuju aksi nyata bisa dilakukan melalui dunia maya, dunia digital, sosial media. Tengoklah, aksi kolosal 212. Betapapun rezim mencoba menakut-nakuti, menghalangi, mengintimidasi, membuat propaganda jahat, dituduh gerakan makar, toh akhirnya tumbang dengan propaganda dan konsolidasi sosial media yang dilakukan oleh umat. Akhirnya, gerakan people power 212 sukses dilakukan, diantara sebabnya adalah justru karena bantuan dunia digital, sosial media.

Aspirasi digital, people power digital, juga masih semu sebelum dikonfirmasi dengan gerakan nyata. Di dunia digital, satu orang manusia asli bisa mengendalikan ratusan bahkan ribuan akun bodong. Sementara, people power fisik, yang nyata, itu benar-benar menggambarkan realitas yang sesungguhnya.

Jika ada politisi, intelektual atau aktivis hanya mengandalkan politik viralisasi, itu mudah dibungkam dengan aktivitas yang nyata, yang asli, bukan aktivitas semu. Karena itu aktivitas protes nyata dengan menurunkan people power di jalan- jalan, memenuhi setiap sudut kota dengan kerumunan para pejuang, akan sangat menggentarkan rezim zalim.

Lihatlah sejumlah meme di instagram, facebook, dan twitter. Tengok juga komik di aneka media sosial yang marak beredar sebelum aksi 212. Prakondisi di dunia maya ini justru memberi andil besar atas suksesnya gerakan people power 212 di dunia fisik, dunia nyata.

Itulah people power akbar, kombinasi era 2.0. dan era 1.0. Itulah suara rakyat yang menggentarkan istana dan singgasana rezim zalim.

Betapapun demikian, gerakan people power tetap butuh komando, tetap buruh figur penggerak. Andai saja, gerakan 212 itu di serukan oleh Denny JA, dikomandoi olah Denny JA dan pasukan surveinya, tentukan tidak akan menghasilkan massa jutaan dan agenda yang gegap gempita. Klan Denny JA bisa mengumpulkan 20 massa nyata untuk protes kepada rezim, itu sudah sangat luar biasa.

Figur ulama, tokoh sentral penggerak aksi 212 kala itu adalah Muhammad Habib Rizq Syihab. Dia-lah, tokoh sentral pergerakan bersama barisan ulama GNPF MUI yang dipimpin Ust. Bachtiar Nashir.

People power atas sebab kecurangan Pilpres saat ini bisa mengulang sukses aksi 212, jika saja akhirhya otoritas KPU memaksa mengeluarkan keputusan yang mengokohkan kezaliman dan menolak arus perubahan. Saat ini, prakondisi didunia maya, di jagat 2.0., telah terjadi konsolidasi umum menuju kesana.

Kapan people power ini akan terjadi, kita tunggu saja komando ulama. Jelas, untuk urusan ini kita menunggu fatwa ulama, komando ulama, bukan essay kosong atau seruan melalui survei kaleng-kaleng. Saat ini, jelas umat akan memilih taat pada komando ulama ketimbang menghiraukan lamunan Denny JA.

Astaga, protes itu, kritik itu, bisa sangat meluas. Ia menyusup dalam handphone warga negara. Dan akhirnya, puncaknya akan memunculkan gerakan people power yang nyata.

Dan semua kita dibuat terbahak- bahak menertawakan zaman edan, ocehan Denny JA, yang masih terbuai mimpi dan ilusi Quick Count. Ternyata, masa tenggang lembaganya Denny JA mengikuti masa tenggang rezim zalim saat ini. Inilah zaman, Ialah zaman yang intelektualnya, pemikirnya, melacurkan diri hanya demi seonggok tulang dunia yang tidak mengenyangkan. Bahkan semakin lucu karena ia mengira orang banyak begitu bodohnya ditipu survei kaleng-kaleng.

April juga, 2019. [].

Comments