Tribun News - Bowo Sidik Pangarso, Caleg Golkar yang kena OTT KPK ditetapkan tersangka penerima suap terkait jasa angkut pupuk dan kasus gratifikasi membuka info baru. Belakangan ada ia menyebut ada penawaran pemberian sekitar Rp 2 milliar oleh Mendag kepada Bowo yang diduga terkait pengamanan Peraturan Mendag soal perdagangan gula kristal rafinasi.
Informasi ini beredar dan disebutkan bahwa hal itu telah disampaikan Bowo saat menjalani pemeriksaan di KPK. Uang yang diberikan kepada Bowo dalam pecahan dollar Singapura. Uang itu menjadi bagian dari Rp8 miliar yang dimasukkan Bowo ke dalam 400 ribu amplop untuk serangan fajar pada Pemilu 2019. Pernyataan Bowo ini, membuka kotak pandora soal sosok 'menteri' yang disebut ikut iuran korupsi serangan fajar Bowo di Jateng.
Juru Bicara KPK, Febri Diansyah, menyampaikan bila informasi yang disampaikan itu dituangkan dalam BAP, maka KPK akan mempelajarinya. Apakah didukung bukti lain atau keterangan lainnya.
Enggar sendiri, diketahui toke yang gemar Import, kader Nasdem. Menteri Perdagangan ini telah merubah fungsinya menjadi menteri Import.
Kebijakan Perdagangan yang dikelola negara seharusnya dibuat diatas asas dan kepentingan rakyat. Keputusan eksport - Import, wajib didasarkan pada kepentingan keamanan stok pangan nasional dan jaminan kesejahteraan produsen pangan dalam negeri, khususnya mayoritas petani kecil.
Di tangan Enggar, kebijakan Import sudah seperti perdagangan individu. Asas 'cari untung' dari selisih harga, menjadi pertimbangan utamanya, bukan ketersediaan stok pangan dan kemandirian pangan nasional.
Wajar, di era Enggar ini, saat panen raya juga tetap Import. Bahkan, ketika stok beras di Bulog masih memadai juga tetap Import. Logika toke, berdagang untuk cari untung pribadi, menjadi falsafah mengatur perdagangan negara.
Dua miliar Enggar setor ke Bowo ini, yang disebut untuk pengamanan Peraturan Mendag soal perdagangan gula kristal rafinasi, jelas juga dalam kerangka mengamankan Import untuk cari untung beliung di bidang gula rafinasi. Bukan untung untuk rakyat, tapi untung beliung kartel gula. Kebijakan ini, tidak perlu acuh pada kondisi petani tebu. Negara, benar-benar melayani mafia, bukan melayani rakyat.
Sementara tindakan DPR yang seharusnya mengontrol eksekutif, justru nimbrung ikut minta jatah kepada eksekutif, menambah deret panjang kerusakan di negeri ini. DPR yang seharusnya menggunakan wewenang kontroling untuk mengoreksi eksekutif, justru ikut minta jatah uang pelicin dari eksekutif.
Hubungan duit Enggar 2 miliar dengan Bowo sidik ini, ibarat fenomena gunung es. Yang tampak ke permukaan hanya sebagian, yang tidak tampak jauh lebih dahsyat.
Negara sudah menjadi ajang bancakan para mafia dan pemburu rente, mereka yang diamanahi kekuasaan tidak pernah memikirkan rakyat. Mereka, hanya sibuk memikirkan diri dan partainya, kelanjutan kekuasaannya. [].
Comments
Post a Comment